Pilkada Hambar Rasanya
Pilkada Hambar Rasanya | Foto ©Dok. Fazrian Ramadhan |
Dalam momen politik yang akan berlangsung paralel hingga tahun depan, momentum kandidasi dalam pilkada serentak 2018 harus menjadi sarana reflektif bagi publik. Dia dapat menjadi cermin dalam melihat tipologi partai ketika dihadapkan pada momentum merebut dan mempertahankan kekuasaan. Partai mana yang bekerja berdasarkan ideologi dan visi politiknya, dan partai mana yang bekerja demi kekuasaan an sich.
Di
dalam Demokrasi dirayakan dengan banyak bentuk. Tak ubahnya sebuah
pertunjukan, panggung yang diklaim sebagai etalase kedaulatan rakyat ini
menampilkan banyak adegan dalam waktu yang berdekatan, bahkan
bersamaan. Tak pelak, penonton acap sulit untuk dapat membedakan siapa
bermain apa, dengan siapa, dan dalam lakon apa.
Partai
politik kerap kali terlalu nyaman dengan perspektif elite, bukan dalam
kesadaran penguatan secara generalistik juga konsolidasi demokrasi. Mengapa
publik harus menaruh perhatian secara serius pada partai politik?
Karena partai politik adalah instrumen demokrasi. Tak ada demokrasi
tanpa partai politik. Partai politik adalah salah satu elemen vital guna
membentuk kualitas demokrasi yang mapan. Tak ada demokrasi yang
benar-benar baik, tanpa dibangun oleh partai politik yang dapat menjadi
tauladan.
Demokrasi sebagai sebuah drama, sukar
untuk dilihat secara telanjang. Dia hanya mampu dimengerti dan dipahami
ketika subjek yang mendekatinya terbuka dengan segala macam tafsir. Tak
ada ruang tunggal dalam demokrasi. Serupa halnya, akan selalu ada
rahasia di balik rahasia dalam politik.
Perhelatan
demokratisasi lokal yang diadakan lima tahunan sekali ini. Akan diikuti juga oleh Kabupaten Tangerang, yang hanya memiliki calon tunggal
yakni Ahmad Zaki Iskandar dan Mad Romly. Kadidat tersebut sudah mengemas
koalisi sebanyak 12 partai yang ada di Kabupaten Tangerang.
Kendati
demikian, demokrasi nyatanya bukan soal lakon drama dan larik yang
puitik. Demokrasi dalam praktis politik telah berubah menjadi sebuah
hamparan angka-angka statistik. Sebuah alasan yang akan menjadi jembatan
elektoral bagi politisi pergi ke medan palagan pemilihan. Tersebutlah
dia, kandidasi dalam pilkada, dibangun di atas survei tentang
elektabilitas dan popularitas.
Mengenai pilkada
ini tentu harus adanya perlibatan masyarakat dalam menentukan pilihannya
dalam pilkada yang akan sebentar lagi di nikmati oleh masyarakat
kabupaten tangerang.
Kendati dalam kontestasinya
ini menjadi kendala besar yang dihadapi masyarakat kabupaten yang hanya
memiliki satu kandidat calon. Fenomena seperti ini
tentu akan menciptakan iklim demokrasi yg kurang sehat serta kurang
terciptanya pendidikan politik bagi warga kabupaten tangerang.
Partai,
telah gagal dalam menciptakan juga mendidik calon pemimpin didaerah
tersebut. Selain itu, warga kurang sadar akan keterlibatannya dalam
menentukan roda kepemimpinan di pemerintah Kabupaten Tangerang
selanjutnya.
Partai Politik kerap kali memilih
jalan aman ketimbang ketika memajukan kandidat yang sudah jelas
berpeluang kalah dalam kontestasi politik tersebut. Logika itu tentu
saja dangkal dan menggelitik. Partai-partai saat
ini terlalu kearah pragmatis dan melupakan fungsi secara dasar untuk
menghadirkan iklim demokrasi guna melalui persaingan politik yang
sehat.
Tugas parpol sebagaimana tertuang dalam
Undang-Undang Partai Politik yang menyatakan fungsi partai untuk
melakukan kaderisasi politik di masyarakat dan bukan sekedar meraih
kemenangan semata. Meskipun secara hukum dan
prosuderal pasangan calon tunggal bisa tetap dipilih meski hanya melawan
kotak kosong, secara substansial ada ruang penyelenggaraan pemilihan
yang sangat tidak kompetitif juga sehat.
Pilkada
tidak semata-mata urusan prosuderal, struktural, juga instrumental,
tetapi juga harus menguatkan aspek yang lebih substansial. Sebab
tidak memberikan pilihan bagi masyarakat untuk memilih pemimpin
di daerahnya, karena jika ada psangan calon yang lebih dari satu, tentu
dapat beradu konsep, visi misi, gagasan/ ide, ada ruang untuk
berdialektika dan juga akan menhadirkan banyak sekali panggung yang
menguji kapasitas dan kapabilitas secara intelektualitas sehingga
melahirkan pemimpin di daerahnya yang berkualitas.
Namun,
pada realitasnya pilkada di Kabupaten Tangerang ini akan terasa hambar
dan tidak menarik perhatian lebih kareana tidak ada nya proses demokrasi
yang akan mengakomodir hak calon pemilihnya.
Dengan
pilkada calon tunggal, alhasil berimbas pada rendahnya partisipasi
politik dari pemilih di perhelatan demokrasi nantinya.
Pilkada
seyogyanya harus dapat menciptakan iklim persaingan politik dalam
perhelatan demokrasi secara sehat, bebas rahasia, serta jujur. Guna
menjujung hakekat pilkada yang sebagaimana mestinya.
Penulis: Fazrian Ramadhan