Jalan Terjal Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual
Jalan Terjal Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual | Foto ©Istimewa |
Apakah kalian pernah menjadi korban Pelecehan dan atau kekerasan seksual ?
Tentu sangat sulit bukan, menjalani hidup didalam bayang-bayang rasa hina dan kebencian. Saya sangat mengerti bagaimana perasaan kalian, karena saya pernah menjadi korban dan bukan hanya satu kali. Saya juga pernah mencoba untuk memblow up dua kasus pelecehan seksual yang saya alami dalam organisasi yang berazaskan islam.
Sedih sekaligus kecewa, melihat respon kawan-kawan dalam organisasi tersebut. Terlebih para pengurusnya yang menurut saya sangat tidak tegas dalam menangani kasus yang saya alami. Minimnya dukungan yang saya dapat juga membuat saya murung dan berkecil hati untuk melanjutkan perjuangan menuntut keadilan. Sebagai korban, saya berharap banyak kepada orang-orang disekitar untuk mendukung langkah saya. Namun sayangnya, tak sedikit kawan yang malah menyalahkan saya karena telah memblow up kasus tersebut. Menurutnya, perbuatan saya hanya akan mencoreng nama baik organisasi dan menghambat perkembangan organisasi kedepannya.
Aneh, padahal posisi saya disini sebagai korban. Kenapa masih ada yang beranggapan bahwa menuntut keadilan adalah perbuatan yang tabu bahkan merugikan. Lalu bagaimana dengan si pelaku ? kenapa dia tidak mendapat perhatian dan penindakan yang serius. Kenapa hanya saya yang dipojokkan ? sakit sekali rasanya, melihat fakta bahwa sebagai korban, kita harus menanggung beban sendirian.
Beberapa korban mungkin sedikit beruntung ketika si pelaku mau mengakui dan meminta maaf sebagaimana permintaan korbannya. Tapi tahukah kalian, ternyata tidak semua pelaku mau dengan mudah mengakui dan memohon maaf atas kesalahannya. Ada banyak jenis respon dari pelaku ketika mereka dituntut oleh korban. Ada yang menolak untuk mengaku, ada yang menyalahkan si korban dengan tuduhan telah memancing dia melakukan perbuatan tersebut, bahkan ada juga yang sampai hati mengancam si korban hingga membunuh korbannya demi menutup kesalahan yang diperbuatnya.
Miris, kalau masih banyak orang yang seharusnya membuka mata dan telinga nya lebar-lebar untuk si korban, malah menutup pintu rapat-rapat dan tidak memperdulikan nasib si korban. Tanpa disadari, dia hanya membuka jalan bagi dirinya untuk menjadi korban atau pelaku baru. Karena masalah ini bukan hanya masalah individu, melainkan masalah kita bersama. Kasus seperti ini memiliki efek domino yang sebenarnya bisa dikendalikan bahkan dihentikan efeknya jika kita mau mulai bertindak tegas dan tidak bersikap permisif lagi terhadap para pelaku.
Tidak sampai disitu, kita juga harus meyakinkan para korban agar tidak ragu-ragu dalam mengungkap kasus yang dialaminya, minimal kepada orang terdekatnya. Jangan sampai para korban malah merasa malu bahkan hina jika ada orang yang tahu tentang hal yang telah menimpanya. Maka dari itu, kita harus menghilangkan kebiasaan victim blaming yang ada di masyarakat. Karena hal tersebut hanya akan membuat psikis si korban semakin tertekan dan menghambat penyelesaian kasusnya.
Cobalah untuk mengutamakan kenyamanan si korban, selama pelaku tidak bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Bantu korban hingga kasusnya tuntas dan trauma yang dialaminya memudar.
Akhir-akhir ini memang organisasi atau pegiat feminism sudah menjamur dimana-mana. Namun tidak semuanya bersungguh-sungguh membantu kasus semacam kekerasan seksual ini dengan profesional hingga selesai. Banyak yang hanya menawarkan diri dan menampung pengaduan dari beberapa korban, namun pengaduan-pengaduan itu hanya berakhir menjadi dokumentasi organisasi.
Saya pernah mencoba meminta bantuan salah satu lembaga yang bergerak memperjuangkan feminisme di wilayah Tangerang, namun pada akhirnya kasus saya hanya digantung begitu saja tanpa ada penanganan yang konkrit.
Kini saya telah kehilangan semangat dan pesimis untuk meneruskan kasus yang saya alami. Tinggalah si pelaku yang pada akhirnya bisa bernafas lega karena keputus asaan saya.
Penulis: Rara