Kepercayaan dan Sinisme (Pierre Bourdieu)

Kepercayaan dan Sinisme (Pierre Bourdieu) | Foto ©Charly3d/Pixabay

Sumber keefektifan semua tindak pengonsekrasian (pengkhususan) karya seni adalah arena seni itu sendiri, ketinggalan satu baris yang reproduksinya dibantu oleh para agen dan institusi-institusi lewat pergulatan di mana mereka berusaha mengklaim karya itu dan ke dalam mana mereka memasukkan apa-apa yang telah diperoleh dari pergulatan sebelumnya.

Nilai karya seni secara umum, basis nilai bagi masing-masing karya partikular, dan kepercayaan yang melandasinya, lahir dalam pergulatan yang terus menerus dan tak terhitung jumlahnya untuk mengukuhkan nilai karya ini atau itu. Artinya, bukan sekadar kompetisi di antara para agen (pengarang, aktor, penulis, kritikus, sutradara, penerbit, pedagang barang kultural, dan sebagainya), yang kepentingan dirinya (dalam pengertian paling luas) berkaitan dengan barang-barang kultural yang berbeda, teater 'kelas menengah' atau teater 'kelas atas', lukisan yang 'mapan' atau lukisan avant-garde, sastra 'arus utama' atau sastra 'terdepan', tapi juga di dalam konflik di antara agen-agen yang menempati posisi-posisi berbeda di dalam produksi produk-produk dari tipe yang sama: pelukis dan penjualnya, penulis dan kritikusnya, dan sebagainya.

Bahkan meskipun pergulatan-pergulatan ini tidak pernah jelas-jelas menempatkan 'komersialisasi' versus 'non-komersial', 'ketakberkepentingan' versus 'sinisme', hampir semuanya mengakui betapa tingginya nilai 'ketakberkepentingan' lewat penolakan atas tawar-menawar perdagangan atau kalkulasi atas kelit lawan, sehingga penyangkalan 'ekonomi' diletakkan di inti terdalam arena sebagai prinsip yang mengatur keberfungsian dan transformasinya. 

Itulah sebabnya realitas ganda hubungan ambivalen pelukis-dealer atau penulis-penerbit paling jelas tersingkap di dalam momen-momen krisis, ketika realitas objektif dari setiap posisi dan hubungan mereka tersingkap dan nilai-nilai yang menyembunyikannya diafirmasi ulang. Tak satu agen pun yang bisa disingkapkan dengan lebih baik ketimbang para dealer seni untuk mengenali kepentingan diri para pembuat karya dan strategi-strategi yang digunakan untuk mempertahankan kepentingan mereka atau untuk menyembunyikan strategi-strategi mereka. 

Meskipun para dealer menciptakan semacam tabir pembatas antara seniman dan pasar, tetapi mereka juga menjadi saluran yang menghubungkannya dengan pasar. Dengan begitu eksistensi mereka memicu terjadinya penyingkapan praktik artistik secara kejam. Untuk menegaskan kepentingan itu, mereka hanya perlu menundukkan seniman ke bawah kata-kata mereka saat mereka mengaku 'tak punya kepentingan' apa-apa. 

Kita segera bisa belajar dari percakapan dengan para perantara ini bahwa, dengan beberapa pengecualian, apa-apa yang mengingatkan kita pada yang ideal. Para pelukis dan penulis sebenarnya sangat berkepentingan diri, penuh perhitungan, terobsesi oleh uang dan siap melakukan apapun untuk sukses. Sedangkan dari pihak seniman yang bahkan tidak sanggup mengingkari eksploitasi yang mereka derita tanpa mengakui motif-motif kepentingan dirinya, mereka adalah kelompok agen yang paling baik posisinya untuk melihat strategi-strategi para perantara tadi dan mereka mengincar investasi yang menguntungkan secara ekonomis yang mengarahkan investasi estetis aktual mereka. 

Para pembuat dan para pemasar karya-karya seni saling bermusuhan dalam persahabatan, kedua pihak sama-sama mematuhi aturan yang mengharuskan mereka menutupi manifestasi-manifestasi langsung kepentingan pribadi, minimal dalam bentuk yang sungguh-sungguh 'ekonomis' dan memiliki tampilan transenden kendati itu hanyalah produk dari tindakan saling sensor antara satu pihak ke pihak lain. 

Mekanisme yang serupa juga berlangsung ketika seorang seniman tidak terkenal, tanpa bantuan atau tanpa kredibilitas, diubah menjadi seniman terkenal dan diakui. Pergulatan untuk memberlakukan definisi dominan seni, yaitu untuk memberlakukan gaya, yang menubuh di dalam produsen tertentu atau sekelompok produsen, memberi nilai pada karya seni dengan mempertaruhkannya di dalam dan di luar arena reproduksi.

Setiap orang bisa menantang klaim lawannya tentang mana yang seni dan yang bukan seni tanpa pernah mempersoalkan klaim fundamental ini. Persis karena keyakinan tentang adanya lukisan yang baik dan buruk inilah satu agen dapat menyingkirkan agen lain dari arena lukisan, sehingga dengan persaingan ini arena punya taruhan dan motor yang tanpa keduanya dia tidak akan bisa berjalan. Tidak ada yang lebih baik dalam menyembunyikan kolusi objektif yang sudah menjadi seperti matriks nilai seni ini selain konflik-konflik yang menjadi tempat berlangsungnya kolusi tersebut. 

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca lainnya